Semua Karena Cinta


Abdul Wahid

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). Q.S. Al-An'aam: 59


Institut Teknologi Bandung; kampus ter-masyhur, kampus ter-indah, kampus ter-bagus, kampus ter-sopan, kampus ter-disiplin. Kampus tempat bernaungnya orang-orang terbaik dari seluruh Indonesia, kampusnya siswa-siswi hasil ‘tempaan’ BimBel, juga merupakan tempat kuliah anak-anak -yang katanya- ‘terkaya’ Bangsa, begitu kata orang tentang Institut Teknologi Bandung; kampus dambaan siswa-siswi se-Indonesia yang akan menamatkan masa SMA, kampus yang sepanjang sejarahnya mampu menetaskan engineer-engineer berkualitas yang mampu bersaing dengan engineer dari negara lain. Inilah kisahku menuju kampus idaman, kampus yang katanya berwarna-warni; kampus yang kerennya tiada tara. Saksikanlah, petualanganku mencari pelangi; mencari hujan yang sempat dicuri.
Adalah aku; satu dari ribuan orang beruntung yang berkesempatan menjejaki kampus terbaik ini. Entahlah, sampai sekarang aku juga belum tau mengapa ITB ‘menculik’ jiwa dan ragaku untuk bergabung bersamanya. Dan rasanya masih ada rasa tak pantas, jika aku harus bergabung dalam keluarga besar ITB; apalagi di fakultas besar bernama Sekolah Teknik Elektro dan Informatika. Ah, hati kecilku seringkali berbisik, “adapun yang terjadi ini; semua karena cintaNya; cinta kasih kepada hambaNya.”
Adalah aku; seorang biasa yang dilahirkan oleh orang luar biasa; orangtuaku. Ya, orangtuaku; yang senantiasa memberiku semangat, motivasi, harapan, serta angan yang membuatku kuat hingga saat ini. Merekalah; orangtua yang paling cinta pada anaknya, melebihi cinta mereka pada diri mereka sendiri. Adapun kakak-kakakku, mereka ber-empat yang senantiasa memberi dorongan secara material dan ruhaniyah untukku. Meski terkadang menyebalkan, ketahuilah; aku mencintai kalian dengan sepenuh hatiku, dan....aku bangga dan bahagia telah terlahir dari keluarga ini; keluarga yang nyaman dan membawa kenyamanan, keluarga yang damai dan membawa kedamaian, keluarga yang ceria dan membawa keceriaan; dan...ini semua karena cinta.
Ya; semua karena cinta, sejak saya mengidamkan ITB kala SMP dulu; kelas IX tepatnya. Saat itu, kakakku sedang melihat-lihat daftar Perguruan Tinggi di Indonesia, penasaran, sesekali aku melirik ke arah kertas-kertas yang kakakku lihat itu. Seluruh Perguruan Tinggi Negeri aku pelototi satu persatu, sampailah pada satu perguruan tinggi yang namanya agak mencolok; Institut Teknologi Bandung. Aku tertarik dengan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, apalagi ditambah dengan cerita dari kakakku mengenai fakultas tersebut. Dan terlintaslah sebuah angan untuk menuju kampus itu, yang lagi-lagi katanya terbaik di negeri ini. Tapi, angan tinggallah angan, mimpi hanyalah mimpi. Aku mengidamkan, tapi rasanya aku tak memiliki niat yang kuat untuk bisa masuk ke kampus itu. Sebab, aku berpikir rendah tentang diriku; mana bisa orang dari kampung pedalaman lulus di kampus se-bagus itu? Ah, mimpi. Lagi-lagi aku mimpi; mimpi aneh di siang bolong.
Semua karena cinta, ketika mimpiku tentang ITB berlanjut sampai ke SMA. Seringkali, aku melihat berita-berita tentang kehebatan kampus ganesha itu. Ah, rasanya kelas XI SMA masih belum pantas berangan-angan masuk ke kampus tersebut. Ku kuatkan hatiku, “You can do it! You can do it!” Baiklah, masalah hati sudah selesai, sekarang masalahnya berbeda. Aku tak lagi mengidamkan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, saat itu aku mengidamkan...Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. Lah, kenapa? Ya, jelas. Fakultas itu adalah fakultas yang cukup rendah passing gradenya. Aku mengenal diriku; kemampuanku. Itu sebabnya mengapa aku memilih SITH di kelas XI.
Ini semua karena cinta, kala galau menguasai diriku. Ya, aku sudah naik ke kelas XII, masa-masa akhir di tingkat menengah atas. Di kelas XII ini, aku harus merangkai peta hidup; termasuk sesegera mungkin menentukan PTN yang akan aku tempati untuk berguru ilmu setelah menamatkan masa SMA. Di semester pertama kelas XII, aku memfokuskan diri pada Ujian Nasional yang merupakan penentu lulus atau tidaknya masa SMA. Saat itu, aku hanya memfokuskan pada UN saja, dan soal PTN, itu urusan belakangan, yang penting lulus dulu. Begitu pikirku kala itu. Di sela-sela masa belajar untuk UN, kusempatkan sedikit waktu untuk mempelajari soal-soal SNMPTN tahun-tahun lalu, serta mencari informasi beasiswa, Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Kedinasan, dan informasi lain yang dirasa perlu untuk menunjang masa depanku. Aku berhasil mengonsep peta hidupku.
Dan ini semua masih karena cinta. Bulan november adalah masa-masa sulit dalam perjalanan masa SMA, selain harus mengejar prestasi akademik di Ujian Nasional, aku juga harus mendaftarkan diri di Perguruan Tinggi Kedinasan, ataupun yang sejenisnya. Lulus tak lulus, yang penting daftar dulu. Hari demi hari berlalu, aku menemukan puncak dari masa sulitku. Ayahku sakit, seringnya beliau mengeluarkan cairan dari lambungnya, dari hatinya, dari perutnya, juga dari duburnya. Cairan itu disebut darah –begitu orang bilang-. Berulang kali kami mengantarkannya ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapat pertolongan; baik itu transfusi darah, atau yang lainnya.
Semua..karena..cinta... Hm, 3 Desember 2011. Ah, rasanya aku ingat sekali dengan tanggal itu. Tanggal yang paling menyejarah dalam hidup, tanggal yang membuat hujan berkerumun membasahi tanah, tanggal yang...tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ya, tanggal itu adalah saat ayahku dipanggil oleh Allaah untuk kembali ke hadiratNya; pukul 6 pagi tepatnya. Hari sabtu, yang harusnya digunakan anak-anak untuk bermain bersama keluarga, berkumpul, dan bercengkrama. Tapi mungkin, hari itu dijadikan rindu-rindu yang membasahi kalbu. Ah, rindunya aku masa-masa itu; kala ayahku berpesan padaku untuk menjadi anak yang pintar, anak yang pintar, anak yang pintar.

Dan untuk Ayahku, ketahuilah, ada rindu yang dijahit oleh manisnya benang cinta diujung kalbu. Ada sendu dibalik malu-malu. Ada sesuatu....yang akupun tak tau apa itu. Aku rindu pada hidupmu. Pada rendahnya hatimu. Pada hangatnya pelukmu. Pada...kasih, dan sayangmu..
Semua masih karena cinta; kala pesan singkat menghujani ponselku, semua membunyikan tema yang sama, “Akhi, semoga Allaah menerima amal ibadah Ayahanda; dan semoga keluarga diberi ketabahan, kesabaran...” Ah, pesan-pesan itu, rasanya bahagia sekali, ternyata masih ada yang perhatian padaku, padahal tak banyak manfaat yang bisa kuberikan pada mereka. Malah, ada seorang teman yang sampai sekarang masih aku ingat pesannya, “Wahid, tetap semangat! Buat ayahmu tersenyum di sana. Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan menantimu di SNMPTN 2012.” Pesan itu, laksana api yang membakar semangatku untuk maju, maju, dan maju. Dan, untuk sahabat-sahabatku; pelangimu yang memabukkan itu tak akan bisa dihapus malam yang kelam sekalipun. Ana Uhibbukum fiLlaah.
Semua karena cinta yang menggunung itu; aku jadi lebih bersemangat dan siap mengahadapi halangan, juga tantangan di masa mendatang. Satu persatu masalah bisa terselesaikan. Termasuk mendaftar di SNMPTN 2012 Jalur Undangan. AlhamduliLlaah, Allaah memberiku kesempatan untuk mengikuti jalur undangan melalui jalur Bidik Misi Dikti yang diadakan sebelum Ujian Nasional. Fix, aku memilih ITB dan ITS dalam pilihan PTN di SNMPTN Jalur Undangan. Dan yang perlu diketahui adalah, aku merubah pilihanku di semester kedua kelas XII, aku memutuskan untuk memilih...Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, aku sudah memantapkan hati untuk mengambil jurusan Teknik Material di tahun kedua. Namun anehnya, aku tak meletakkan FTMD di prioritas pertama, aku menaruhnya di pilihan kedua. Pilihan pertama aku pilih Sekolah Teknik Elektro dan Informatika; dengan harapan tak lulus di pilihan pertama. Dan memang, aku pesimis untuk lulus di ITB, sebab kita semua paham, untuk masuk ke ITB itu harus mengalahkan siswa-siswi terbaik dari seluruh Indonesia; dan rasanya, orang kampung sepertiku ini tak pantas, dan mungkin akan jadi guyonan warga kampung saja.
Semua karena cintaNya yang tak terhingga yang tak bisa dihitung jumlahnya. Ujian Nasional menghampiri siswa-siswi se-Indonesia. AlhamduliLlaah, aku bisa mengerjakan soal dengan lancar, dan tak ada hambatan yang berarti. Kala hari-hari ujian Nasional selesai, aku berangkat ke Berastagi; membantu kakakku berdagang roti bakar. Lumayan, seribu dua ribu bisa mengisi pundi-pundi yang haus karena kemarau panjang. Sehari sebelum pengumuman UN, aku pulang ke Binjai karena esoknya aku harus ke sekolah untuk melihat pengumuman Ujian Nasional. The Day has come. Aku ke sekolah yang penuh cinta; SMA Negeri 2 Binjai, bersama kakakku, kami menanti pengumuman dengan harap-harap cemas. Dan, AlhamduliLlaah, aku lulus. Selesai sudah masa SMA yang indah itu. Aku harus bersiap menuju masa depan yang telah Dia rencanakan. Di hari yang sama, pengumuman SNMPTN Jalur Undangan dilaksanakan jam 17.00 sore. Memang, panitia SNMPTN mempercepat jadwal dari yang telah ditentukan. Sesampainya di rumah, tepat jam 17.00 sore, aku langsung membuka laptop dan hendak melihat pengumuman. Jujur, aku belum berani melihatnya. Aku cemas. Aku gundah gulana. Kecemasanku menggunung; hingga sampailah sepucuk pesan menghampiri ponselku, “AlhamduliLlaah, Hid. Saya lulus di Fakultas Kedokteran Univ. Sumatera Utara..” Salah seorang sahabatku lulus di Fakultas paling prestisius di Universitas tersebut. Aku bahagia, sangat bahagia. Satu persatu pesan berdatangan, dan kesemuanya memberi kabar bahagia. Akhirnya, aku beranikan diri melihat pengumuman... Perlahan ku ketik alamat websitenya, ku ketik nomor pendaftaran, lalu NISN. Dan hanya Allaah-lah yang Maha Berkehendak; aku telah merelakan hidupku padaNya, aku ridho pada apa yang diturunkanNya, dan aku hanya berharap yang terbaik dariNya. Aku terperanjak, sebuah pesan manis tampil di depan layar, “Selamat, Anda dinyatakan lulus melalui SNMPTN - Jalur Undangan di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung.” Tersentak, aku langsung sujud syukur dan teriak keras; menangis dan tak bisa berbuat apa-apa.

“Oh, Allaah... Berjuta kata syukur terucap-pun tak akan bisa mewakili nikmat-Mu yang teramat banyak..”

...sebab semua karena cinta...
BismiLlaah, semoga bermanfaat; jangan lupa komen untuk perbaikan ke depannya :)

Monday 1 October 2012

Semua Karena Cinta


Abdul Wahid

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). Q.S. Al-An'aam: 59


Institut Teknologi Bandung; kampus ter-masyhur, kampus ter-indah, kampus ter-bagus, kampus ter-sopan, kampus ter-disiplin. Kampus tempat bernaungnya orang-orang terbaik dari seluruh Indonesia, kampusnya siswa-siswi hasil ‘tempaan’ BimBel, juga merupakan tempat kuliah anak-anak -yang katanya- ‘terkaya’ Bangsa, begitu kata orang tentang Institut Teknologi Bandung; kampus dambaan siswa-siswi se-Indonesia yang akan menamatkan masa SMA, kampus yang sepanjang sejarahnya mampu menetaskan engineer-engineer berkualitas yang mampu bersaing dengan engineer dari negara lain. Inilah kisahku menuju kampus idaman, kampus yang katanya berwarna-warni; kampus yang kerennya tiada tara. Saksikanlah, petualanganku mencari pelangi; mencari hujan yang sempat dicuri.
Adalah aku; satu dari ribuan orang beruntung yang berkesempatan menjejaki kampus terbaik ini. Entahlah, sampai sekarang aku juga belum tau mengapa ITB ‘menculik’ jiwa dan ragaku untuk bergabung bersamanya. Dan rasanya masih ada rasa tak pantas, jika aku harus bergabung dalam keluarga besar ITB; apalagi di fakultas besar bernama Sekolah Teknik Elektro dan Informatika. Ah, hati kecilku seringkali berbisik, “adapun yang terjadi ini; semua karena cintaNya; cinta kasih kepada hambaNya.”
Adalah aku; seorang biasa yang dilahirkan oleh orang luar biasa; orangtuaku. Ya, orangtuaku; yang senantiasa memberiku semangat, motivasi, harapan, serta angan yang membuatku kuat hingga saat ini. Merekalah; orangtua yang paling cinta pada anaknya, melebihi cinta mereka pada diri mereka sendiri. Adapun kakak-kakakku, mereka ber-empat yang senantiasa memberi dorongan secara material dan ruhaniyah untukku. Meski terkadang menyebalkan, ketahuilah; aku mencintai kalian dengan sepenuh hatiku, dan....aku bangga dan bahagia telah terlahir dari keluarga ini; keluarga yang nyaman dan membawa kenyamanan, keluarga yang damai dan membawa kedamaian, keluarga yang ceria dan membawa keceriaan; dan...ini semua karena cinta.
Ya; semua karena cinta, sejak saya mengidamkan ITB kala SMP dulu; kelas IX tepatnya. Saat itu, kakakku sedang melihat-lihat daftar Perguruan Tinggi di Indonesia, penasaran, sesekali aku melirik ke arah kertas-kertas yang kakakku lihat itu. Seluruh Perguruan Tinggi Negeri aku pelototi satu persatu, sampailah pada satu perguruan tinggi yang namanya agak mencolok; Institut Teknologi Bandung. Aku tertarik dengan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, apalagi ditambah dengan cerita dari kakakku mengenai fakultas tersebut. Dan terlintaslah sebuah angan untuk menuju kampus itu, yang lagi-lagi katanya terbaik di negeri ini. Tapi, angan tinggallah angan, mimpi hanyalah mimpi. Aku mengidamkan, tapi rasanya aku tak memiliki niat yang kuat untuk bisa masuk ke kampus itu. Sebab, aku berpikir rendah tentang diriku; mana bisa orang dari kampung pedalaman lulus di kampus se-bagus itu? Ah, mimpi. Lagi-lagi aku mimpi; mimpi aneh di siang bolong.
Semua karena cinta, ketika mimpiku tentang ITB berlanjut sampai ke SMA. Seringkali, aku melihat berita-berita tentang kehebatan kampus ganesha itu. Ah, rasanya kelas XI SMA masih belum pantas berangan-angan masuk ke kampus tersebut. Ku kuatkan hatiku, “You can do it! You can do it!” Baiklah, masalah hati sudah selesai, sekarang masalahnya berbeda. Aku tak lagi mengidamkan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, saat itu aku mengidamkan...Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. Lah, kenapa? Ya, jelas. Fakultas itu adalah fakultas yang cukup rendah passing gradenya. Aku mengenal diriku; kemampuanku. Itu sebabnya mengapa aku memilih SITH di kelas XI.
Ini semua karena cinta, kala galau menguasai diriku. Ya, aku sudah naik ke kelas XII, masa-masa akhir di tingkat menengah atas. Di kelas XII ini, aku harus merangkai peta hidup; termasuk sesegera mungkin menentukan PTN yang akan aku tempati untuk berguru ilmu setelah menamatkan masa SMA. Di semester pertama kelas XII, aku memfokuskan diri pada Ujian Nasional yang merupakan penentu lulus atau tidaknya masa SMA. Saat itu, aku hanya memfokuskan pada UN saja, dan soal PTN, itu urusan belakangan, yang penting lulus dulu. Begitu pikirku kala itu. Di sela-sela masa belajar untuk UN, kusempatkan sedikit waktu untuk mempelajari soal-soal SNMPTN tahun-tahun lalu, serta mencari informasi beasiswa, Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Kedinasan, dan informasi lain yang dirasa perlu untuk menunjang masa depanku. Aku berhasil mengonsep peta hidupku.
Dan ini semua masih karena cinta. Bulan november adalah masa-masa sulit dalam perjalanan masa SMA, selain harus mengejar prestasi akademik di Ujian Nasional, aku juga harus mendaftarkan diri di Perguruan Tinggi Kedinasan, ataupun yang sejenisnya. Lulus tak lulus, yang penting daftar dulu. Hari demi hari berlalu, aku menemukan puncak dari masa sulitku. Ayahku sakit, seringnya beliau mengeluarkan cairan dari lambungnya, dari hatinya, dari perutnya, juga dari duburnya. Cairan itu disebut darah –begitu orang bilang-. Berulang kali kami mengantarkannya ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapat pertolongan; baik itu transfusi darah, atau yang lainnya.
Semua..karena..cinta... Hm, 3 Desember 2011. Ah, rasanya aku ingat sekali dengan tanggal itu. Tanggal yang paling menyejarah dalam hidup, tanggal yang membuat hujan berkerumun membasahi tanah, tanggal yang...tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ya, tanggal itu adalah saat ayahku dipanggil oleh Allaah untuk kembali ke hadiratNya; pukul 6 pagi tepatnya. Hari sabtu, yang harusnya digunakan anak-anak untuk bermain bersama keluarga, berkumpul, dan bercengkrama. Tapi mungkin, hari itu dijadikan rindu-rindu yang membasahi kalbu. Ah, rindunya aku masa-masa itu; kala ayahku berpesan padaku untuk menjadi anak yang pintar, anak yang pintar, anak yang pintar.

Dan untuk Ayahku, ketahuilah, ada rindu yang dijahit oleh manisnya benang cinta diujung kalbu. Ada sendu dibalik malu-malu. Ada sesuatu....yang akupun tak tau apa itu. Aku rindu pada hidupmu. Pada rendahnya hatimu. Pada hangatnya pelukmu. Pada...kasih, dan sayangmu..
Semua masih karena cinta; kala pesan singkat menghujani ponselku, semua membunyikan tema yang sama, “Akhi, semoga Allaah menerima amal ibadah Ayahanda; dan semoga keluarga diberi ketabahan, kesabaran...” Ah, pesan-pesan itu, rasanya bahagia sekali, ternyata masih ada yang perhatian padaku, padahal tak banyak manfaat yang bisa kuberikan pada mereka. Malah, ada seorang teman yang sampai sekarang masih aku ingat pesannya, “Wahid, tetap semangat! Buat ayahmu tersenyum di sana. Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan menantimu di SNMPTN 2012.” Pesan itu, laksana api yang membakar semangatku untuk maju, maju, dan maju. Dan, untuk sahabat-sahabatku; pelangimu yang memabukkan itu tak akan bisa dihapus malam yang kelam sekalipun. Ana Uhibbukum fiLlaah.
Semua karena cinta yang menggunung itu; aku jadi lebih bersemangat dan siap mengahadapi halangan, juga tantangan di masa mendatang. Satu persatu masalah bisa terselesaikan. Termasuk mendaftar di SNMPTN 2012 Jalur Undangan. AlhamduliLlaah, Allaah memberiku kesempatan untuk mengikuti jalur undangan melalui jalur Bidik Misi Dikti yang diadakan sebelum Ujian Nasional. Fix, aku memilih ITB dan ITS dalam pilihan PTN di SNMPTN Jalur Undangan. Dan yang perlu diketahui adalah, aku merubah pilihanku di semester kedua kelas XII, aku memutuskan untuk memilih...Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, aku sudah memantapkan hati untuk mengambil jurusan Teknik Material di tahun kedua. Namun anehnya, aku tak meletakkan FTMD di prioritas pertama, aku menaruhnya di pilihan kedua. Pilihan pertama aku pilih Sekolah Teknik Elektro dan Informatika; dengan harapan tak lulus di pilihan pertama. Dan memang, aku pesimis untuk lulus di ITB, sebab kita semua paham, untuk masuk ke ITB itu harus mengalahkan siswa-siswi terbaik dari seluruh Indonesia; dan rasanya, orang kampung sepertiku ini tak pantas, dan mungkin akan jadi guyonan warga kampung saja.
Semua karena cintaNya yang tak terhingga yang tak bisa dihitung jumlahnya. Ujian Nasional menghampiri siswa-siswi se-Indonesia. AlhamduliLlaah, aku bisa mengerjakan soal dengan lancar, dan tak ada hambatan yang berarti. Kala hari-hari ujian Nasional selesai, aku berangkat ke Berastagi; membantu kakakku berdagang roti bakar. Lumayan, seribu dua ribu bisa mengisi pundi-pundi yang haus karena kemarau panjang. Sehari sebelum pengumuman UN, aku pulang ke Binjai karena esoknya aku harus ke sekolah untuk melihat pengumuman Ujian Nasional. The Day has come. Aku ke sekolah yang penuh cinta; SMA Negeri 2 Binjai, bersama kakakku, kami menanti pengumuman dengan harap-harap cemas. Dan, AlhamduliLlaah, aku lulus. Selesai sudah masa SMA yang indah itu. Aku harus bersiap menuju masa depan yang telah Dia rencanakan. Di hari yang sama, pengumuman SNMPTN Jalur Undangan dilaksanakan jam 17.00 sore. Memang, panitia SNMPTN mempercepat jadwal dari yang telah ditentukan. Sesampainya di rumah, tepat jam 17.00 sore, aku langsung membuka laptop dan hendak melihat pengumuman. Jujur, aku belum berani melihatnya. Aku cemas. Aku gundah gulana. Kecemasanku menggunung; hingga sampailah sepucuk pesan menghampiri ponselku, “AlhamduliLlaah, Hid. Saya lulus di Fakultas Kedokteran Univ. Sumatera Utara..” Salah seorang sahabatku lulus di Fakultas paling prestisius di Universitas tersebut. Aku bahagia, sangat bahagia. Satu persatu pesan berdatangan, dan kesemuanya memberi kabar bahagia. Akhirnya, aku beranikan diri melihat pengumuman... Perlahan ku ketik alamat websitenya, ku ketik nomor pendaftaran, lalu NISN. Dan hanya Allaah-lah yang Maha Berkehendak; aku telah merelakan hidupku padaNya, aku ridho pada apa yang diturunkanNya, dan aku hanya berharap yang terbaik dariNya. Aku terperanjak, sebuah pesan manis tampil di depan layar, “Selamat, Anda dinyatakan lulus melalui SNMPTN - Jalur Undangan di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung.” Tersentak, aku langsung sujud syukur dan teriak keras; menangis dan tak bisa berbuat apa-apa.

“Oh, Allaah... Berjuta kata syukur terucap-pun tak akan bisa mewakili nikmat-Mu yang teramat banyak..”

...sebab semua karena cinta...