Amal Jama'i; Sebuah Ajakan



“Persatuan islam bukanlah sebuah mimpi, tapi sebuah cita-cita yang suatu saat nanti pasti terlaksana atas ridhoNya”

Amal jama’i bukanlah bekerja sendiri-sendiri dalam suatu kelompok. Amal jama’i adalah suatu pekerjaan oleh orang-orang yang terstruktur, satu komando, satu perintah, dan ada spesialisasi da’wahAmal Jama’i (gerakan bersama) secara bahasa berarti “sekelompok manusia yang berhimpun bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama.” Al-‘amalul al-jamaa’i berarti bekerja sama berdasarkan kesepakatan dan bekerja bersama-sama sesuai tugas yang diberikan untuk memantapkan amal. Jadi, Al-‘amalul al-jamaa’i mendistribusikan amal (pekerjaan) kepada setiap anggota berdasarkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan.

Dalam kehidupan, amal jama’i (gerakan bersama) adalah sebuah kemestian. Tidak ada satu orang pun dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan pertolongan orang lain. Orang yang kaya membutuhkan si miskin untuk membantu tugas-tugas sehari-harinya. Orang miskin pun membutuhkan orang kaya.
Jika dalam kehidupan saja kita tidak terlepas dari amal jama’i, maka dalam sebuah perjuangan mencapai tujuan tertentu, atau cita-cita tertentu, maka amal jama’i lebih sangat dibutuhkan. Para pendahulu kita dahulu tidak mungkin dapat mewujudkan Indonesia Merdeka tanpa adanya amal jama’i (kerja sama). Demikian juga, sehebat apapun seorang Nabi atau Rasul tidak mungkin dapat mewujudkan negara Madinah tanpa adanya kerja sama antara kaum muslimin, terutama kaum Muhajirin dan Anshar. Oleh karena itu kerja sama atau amal jama’i mutlak dilakukan dalam mewujudkan sebuah cita-cita atau tujuan.

Dengan demikian, amal jama’i ini memiliki beberapa buah ciri sebagai berikut:
1. Aktivitas yang dijalankannya harus berdasarkan keputusan jamaah
2. Mempunyai sistem organisasi yang lengkap dan aktivitas dijalankan secara rapi dan tersusun
3. Tindakan dan kegiatannya sesuai dengan strategi pendekatan yang telah digariskan oleh jamaah
4. Seluruh kegiatannya bertujuan untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan bersama

Kemudian, tujuan dari amal jama’i antara lain:
1. Distribusi pembagian tugas (Tau zii’ul ‘amal)
2. Meringankan beban da’wah (Tahfiiful a’baaidda’wah)
3. Menumbuhkan potensi (tau thifuthaqqah)

Lalu, apa sebenarnya yang mengharuskan kita ber-amal jama’i? Untuk tahu lebih dalam mengenai alasan ber-amal jama’i, mari kita simak ulasan berikut ini:

Pertama, Dustur Illahi. “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali Imran: 104). Dalam ayat ini Allah telah mengisyaratkan tentang wajibnya melaksanakan dakwah secara amal jama’i.

Kedua, karena amal jama’i adalah tabiat alam (natural). Tata surya adalah amal jama’i. “Ada yang memimpin dan ada yang dipimpin.” Amal Jama’i adalah sebuah sunnatullah. Bangsa semut tidak dapat membuat sarang atau menyimpan makanan tanpa adanya kerjasama di antara mereka. Bila kita melihat kehidupan semut, betapa mereka ulet dan saling bergotong royong dalam bekerja. Bahkan bila seekor semut bertemu dengan kawannya dia berhenti sejenak dan saling besalaman. Demikian juga pada kehidupan lebah, mereka mempunyai tugas masing-masing dalam mengembangkan dirinya dan di antara mereka tercipta kerjasama yang harmonis dalam bekerja.

Ketiga, karena manusia adalah makhluk sosial. Meskiupun nabi Adam telah disediakan segala kenikmatan surga, namun beliau masih saja merasa kurang jika tidak ada teman dalam hidupnya. Sehingga Allah menciptkan Hawa sebagai teman hidupnya. Demikian pula kita dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat hidup sendiri, melainkan membutuhkan bantuan orang lain.
Keempat, Dakwah secara jama’ah adalah dakwah yang paling efektif dan sangat bermanfaat bagi Gerakan Islam. Sebaliknya da’wah secara sendirian akan kurang pengaruhnya dalam usaha menanamkan ajaran Islam pada umat manusia.

Kelima, ber-amal jama’i (bergerak secara bersama) akan memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah kekuatan bagi orang-orang yang sudah kuat. Satu batu bata saja akan tetap lemah betapapun matangnya batu bata tersebut. Ribuan batu bata yang berserakan tidak akan membentuk kekuatan, kecuali jika telah menjadi dinding, yaitu antara batu bata yang satu dengan yang lain telah direkat dan ditata secara rapi. Allah Ta’ala berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Q.S Al Maaidah: 2).

Jikalau kita mencoba mendalami dan kembali kepada sejarah di masa-masa nabi, tepatnya d masa-masa antara nabi isa dan nabi Muhammad, menurut sebuah riwayat, jarak di anatara kedua utusan Allah itu sekitar 7 abad. Kurun waktu yang begitu lama tersebut ternyata membawa sebuah dampak bagi umat manusia pada waktu itu. Mereka yang pada awalnya sudah dapat ternaungi oleh islam, lama-kelamaaan perilaku dan sifatnya bergeser kembali ke masa-masa jahiliyah.

Dengan merenungkan cerita di atas, sudah sepantasnya kita melihat kurun waktu sekarang, di mana banyak sekali pergeseran-pergeseran yang seringkali tidak kita sadari. Sebuah kebaikan jika pergeseran itu membuat kita semakin dekat dengan Illah, namun alangkah meruginya jika pergeseran-pergeseran yang terjadi ini justru semakin menjauhkan diri kita dar Allah, Tuhan Semseta Alam.
Oleh sebab itu, sudah saatnya kita senantasa bermuhasabah diri dengan apa yang telah dan akan kita lakukan. Dengan muhasabah diri, diharapkan kita dapat senantiasa mendekatkan diri dari Allah.

***

Apakah itu amalan jama’i?
Jika kita membicarakan pengertian amalan jama’i, ada tiga kunci yang menjadi landasan utama pengertian dari amalan jama’i, yaitu :
1. Sebuah amalan yang dikerjakan secara bersama-sama
2. Terorganisir
3. Berlandasakan pada kesepakatan/musyawarah/syuro
4. Dalam sebuah amalan jama’I ada beberapa hal yang harus ada keberadaannya, yaitu:
    a. Pemimpin
    b. Yang dipimpin
5. Manhaj/landasan
6. Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang mampu mengkoordinir para jundinya, Ketika seorang jundi mendapatkan sebuah amanah yang bukan spesifkasinya, maka harus ada pembelajaran sehingga para jundi tidak akan menolak dengan amanah yang akan diberikan. Seorang jundi yang baik adalah yang mampu memahami tugas yang diberikan oleh pemimpinnya., namun bukan berarti hal ini membuat sang pemimpin dapat bertindak semena-mena, karena tetap dasar dari kegiatan amalan jama’I adalah Quran dan sunnah.
Ada sebuah hubungan timbal balik antara seorang pemimpin dengan yang dipimpin. Sebuah amalan jama’I juga harus berlandasakan pada suatu manhaj. Ketika sebuah kelompok telah menyepakati sesuatu, maka setiap anggota dalam syuro maupun musyawarah wajib melaksanakan hasil kesepakatan syuro.

Di zaman sekarang, banyak sekali bermunculan perbedaan pendapat di dalam sebuah kegiatan dakwah, sehingga orientasi yang seharuasnya terfokus pada ajaran islam justru bergeser menjadi ajang perlombaan untuk menjadi ormas islam terbaik. Oleh karena itulah, menjadi kewajiban kita adalah mempersatukan beberapa perbedaan itu dengan amalan jama’i.  Dengan amalan-jama’i diharapkan maksud dan tujuan dakwah yang sebenarnya dapat dikembalikan lagi.

Bagaimana bisa amalan jama’i mempersatukan umat islam?
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad:
Umat nabi Muhammad akan mengalami lima fase:
1. Fase Kenabian
2. Fase khulafaur rosyidin
3. Fase kerajaan-kerajaan islam (mulai goyah)
4. Fase dikatator (syariat islam tidak ada sama sekali)
5. Fase Kehdupan setelah mati (syariat islam akan muncul lagi)

Sebuah riwayat lain mengatakan bahwa di hari akhir nanti ada 7 golongan dan satu-satunya golongan yang masuk surga adalah ahli sunnah wal jamaah. TItik utama dari beberapa hadits dan riwayat ini adalah bahwasanya orang yang masuk golongan ahli sunnah wal jamaah berpegang teguh pada al quran, sunnah, ijma. Cara mempersatukannya adalah kembali lagi kepada Al Quran dan as sunnah. Lalu? Ada di fase manakah kita? Jelas, kita sedang berada di fase ke empat. Di mana syariat islam hamper dan bahkan tidak ada sama sekali.
=================================================================
Referensi :
Etika Jamaah
Paradigma Baru Dakwah Kampus

Source:
http://kammistksbandung.wordpress.com/2013/03/16/pentingnya-amal-jamai/
http://kmmp.faperta.ugm.ac.id/2012/07/halaqoh-amaan-jamai/


BismiLlaah, semoga bermanfaat; jangan lupa komen untuk perbaikan ke depannya :)

Sunday 21 April 2013

Amal Jama'i; Sebuah Ajakan



“Persatuan islam bukanlah sebuah mimpi, tapi sebuah cita-cita yang suatu saat nanti pasti terlaksana atas ridhoNya”

Amal jama’i bukanlah bekerja sendiri-sendiri dalam suatu kelompok. Amal jama’i adalah suatu pekerjaan oleh orang-orang yang terstruktur, satu komando, satu perintah, dan ada spesialisasi da’wahAmal Jama’i (gerakan bersama) secara bahasa berarti “sekelompok manusia yang berhimpun bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama.” Al-‘amalul al-jamaa’i berarti bekerja sama berdasarkan kesepakatan dan bekerja bersama-sama sesuai tugas yang diberikan untuk memantapkan amal. Jadi, Al-‘amalul al-jamaa’i mendistribusikan amal (pekerjaan) kepada setiap anggota berdasarkan potensi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan.

Dalam kehidupan, amal jama’i (gerakan bersama) adalah sebuah kemestian. Tidak ada satu orang pun dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan pertolongan orang lain. Orang yang kaya membutuhkan si miskin untuk membantu tugas-tugas sehari-harinya. Orang miskin pun membutuhkan orang kaya.
Jika dalam kehidupan saja kita tidak terlepas dari amal jama’i, maka dalam sebuah perjuangan mencapai tujuan tertentu, atau cita-cita tertentu, maka amal jama’i lebih sangat dibutuhkan. Para pendahulu kita dahulu tidak mungkin dapat mewujudkan Indonesia Merdeka tanpa adanya amal jama’i (kerja sama). Demikian juga, sehebat apapun seorang Nabi atau Rasul tidak mungkin dapat mewujudkan negara Madinah tanpa adanya kerja sama antara kaum muslimin, terutama kaum Muhajirin dan Anshar. Oleh karena itu kerja sama atau amal jama’i mutlak dilakukan dalam mewujudkan sebuah cita-cita atau tujuan.

Dengan demikian, amal jama’i ini memiliki beberapa buah ciri sebagai berikut:
1. Aktivitas yang dijalankannya harus berdasarkan keputusan jamaah
2. Mempunyai sistem organisasi yang lengkap dan aktivitas dijalankan secara rapi dan tersusun
3. Tindakan dan kegiatannya sesuai dengan strategi pendekatan yang telah digariskan oleh jamaah
4. Seluruh kegiatannya bertujuan untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan bersama

Kemudian, tujuan dari amal jama’i antara lain:
1. Distribusi pembagian tugas (Tau zii’ul ‘amal)
2. Meringankan beban da’wah (Tahfiiful a’baaidda’wah)
3. Menumbuhkan potensi (tau thifuthaqqah)

Lalu, apa sebenarnya yang mengharuskan kita ber-amal jama’i? Untuk tahu lebih dalam mengenai alasan ber-amal jama’i, mari kita simak ulasan berikut ini:

Pertama, Dustur Illahi. “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali Imran: 104). Dalam ayat ini Allah telah mengisyaratkan tentang wajibnya melaksanakan dakwah secara amal jama’i.

Kedua, karena amal jama’i adalah tabiat alam (natural). Tata surya adalah amal jama’i. “Ada yang memimpin dan ada yang dipimpin.” Amal Jama’i adalah sebuah sunnatullah. Bangsa semut tidak dapat membuat sarang atau menyimpan makanan tanpa adanya kerjasama di antara mereka. Bila kita melihat kehidupan semut, betapa mereka ulet dan saling bergotong royong dalam bekerja. Bahkan bila seekor semut bertemu dengan kawannya dia berhenti sejenak dan saling besalaman. Demikian juga pada kehidupan lebah, mereka mempunyai tugas masing-masing dalam mengembangkan dirinya dan di antara mereka tercipta kerjasama yang harmonis dalam bekerja.

Ketiga, karena manusia adalah makhluk sosial. Meskiupun nabi Adam telah disediakan segala kenikmatan surga, namun beliau masih saja merasa kurang jika tidak ada teman dalam hidupnya. Sehingga Allah menciptkan Hawa sebagai teman hidupnya. Demikian pula kita dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat hidup sendiri, melainkan membutuhkan bantuan orang lain.
Keempat, Dakwah secara jama’ah adalah dakwah yang paling efektif dan sangat bermanfaat bagi Gerakan Islam. Sebaliknya da’wah secara sendirian akan kurang pengaruhnya dalam usaha menanamkan ajaran Islam pada umat manusia.

Kelima, ber-amal jama’i (bergerak secara bersama) akan memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah kekuatan bagi orang-orang yang sudah kuat. Satu batu bata saja akan tetap lemah betapapun matangnya batu bata tersebut. Ribuan batu bata yang berserakan tidak akan membentuk kekuatan, kecuali jika telah menjadi dinding, yaitu antara batu bata yang satu dengan yang lain telah direkat dan ditata secara rapi. Allah Ta’ala berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Q.S Al Maaidah: 2).

Jikalau kita mencoba mendalami dan kembali kepada sejarah di masa-masa nabi, tepatnya d masa-masa antara nabi isa dan nabi Muhammad, menurut sebuah riwayat, jarak di anatara kedua utusan Allah itu sekitar 7 abad. Kurun waktu yang begitu lama tersebut ternyata membawa sebuah dampak bagi umat manusia pada waktu itu. Mereka yang pada awalnya sudah dapat ternaungi oleh islam, lama-kelamaaan perilaku dan sifatnya bergeser kembali ke masa-masa jahiliyah.

Dengan merenungkan cerita di atas, sudah sepantasnya kita melihat kurun waktu sekarang, di mana banyak sekali pergeseran-pergeseran yang seringkali tidak kita sadari. Sebuah kebaikan jika pergeseran itu membuat kita semakin dekat dengan Illah, namun alangkah meruginya jika pergeseran-pergeseran yang terjadi ini justru semakin menjauhkan diri kita dar Allah, Tuhan Semseta Alam.
Oleh sebab itu, sudah saatnya kita senantasa bermuhasabah diri dengan apa yang telah dan akan kita lakukan. Dengan muhasabah diri, diharapkan kita dapat senantiasa mendekatkan diri dari Allah.

***

Apakah itu amalan jama’i?
Jika kita membicarakan pengertian amalan jama’i, ada tiga kunci yang menjadi landasan utama pengertian dari amalan jama’i, yaitu :
1. Sebuah amalan yang dikerjakan secara bersama-sama
2. Terorganisir
3. Berlandasakan pada kesepakatan/musyawarah/syuro
4. Dalam sebuah amalan jama’I ada beberapa hal yang harus ada keberadaannya, yaitu:
    a. Pemimpin
    b. Yang dipimpin
5. Manhaj/landasan
6. Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang mampu mengkoordinir para jundinya, Ketika seorang jundi mendapatkan sebuah amanah yang bukan spesifkasinya, maka harus ada pembelajaran sehingga para jundi tidak akan menolak dengan amanah yang akan diberikan. Seorang jundi yang baik adalah yang mampu memahami tugas yang diberikan oleh pemimpinnya., namun bukan berarti hal ini membuat sang pemimpin dapat bertindak semena-mena, karena tetap dasar dari kegiatan amalan jama’I adalah Quran dan sunnah.
Ada sebuah hubungan timbal balik antara seorang pemimpin dengan yang dipimpin. Sebuah amalan jama’I juga harus berlandasakan pada suatu manhaj. Ketika sebuah kelompok telah menyepakati sesuatu, maka setiap anggota dalam syuro maupun musyawarah wajib melaksanakan hasil kesepakatan syuro.

Di zaman sekarang, banyak sekali bermunculan perbedaan pendapat di dalam sebuah kegiatan dakwah, sehingga orientasi yang seharuasnya terfokus pada ajaran islam justru bergeser menjadi ajang perlombaan untuk menjadi ormas islam terbaik. Oleh karena itulah, menjadi kewajiban kita adalah mempersatukan beberapa perbedaan itu dengan amalan jama’i.  Dengan amalan-jama’i diharapkan maksud dan tujuan dakwah yang sebenarnya dapat dikembalikan lagi.

Bagaimana bisa amalan jama’i mempersatukan umat islam?
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad:
Umat nabi Muhammad akan mengalami lima fase:
1. Fase Kenabian
2. Fase khulafaur rosyidin
3. Fase kerajaan-kerajaan islam (mulai goyah)
4. Fase dikatator (syariat islam tidak ada sama sekali)
5. Fase Kehdupan setelah mati (syariat islam akan muncul lagi)

Sebuah riwayat lain mengatakan bahwa di hari akhir nanti ada 7 golongan dan satu-satunya golongan yang masuk surga adalah ahli sunnah wal jamaah. TItik utama dari beberapa hadits dan riwayat ini adalah bahwasanya orang yang masuk golongan ahli sunnah wal jamaah berpegang teguh pada al quran, sunnah, ijma. Cara mempersatukannya adalah kembali lagi kepada Al Quran dan as sunnah. Lalu? Ada di fase manakah kita? Jelas, kita sedang berada di fase ke empat. Di mana syariat islam hamper dan bahkan tidak ada sama sekali.
=================================================================
Referensi :
Etika Jamaah
Paradigma Baru Dakwah Kampus

Source:
http://kammistksbandung.wordpress.com/2013/03/16/pentingnya-amal-jamai/
http://kmmp.faperta.ugm.ac.id/2012/07/halaqoh-amaan-jamai/