Jiwa-jiwa Perindu Syurga


  
Sukses itu ketika Allaah tidak meninggalkanmu untuk bergerak sendirian, dan gagal adalah ketika Allah meninggalkanmu untuk mengurus dirimu sendiri.”
-‘Ibn Al Qayyim- 


Mendengar kata sukses, seringnya kita terkaburkan akan definisi sukses itu sendiri. Kebanyakan orang menganggap bahwa sukses itu ketika punya rumah mewah, harta berlimpah, atau istri yang berlimpah pula (?). Tidak salah sih sebenarnya, tapi apa sukses yang kita bayangkan hanya sesempit itu? Mungkin kita pernah membayangkan bagaimana rasanya tinggal di syurga, menikah dengan bidadari yang bermata jeli, atau merasai pertemuan dengan Ilahi Rabbi.  Menurut saya, itu adalah sukses yang sebenarnya, trusted, dan tidak ada tipu-tipu. Sedikit catatan ini akan menceritakan pengalaman seorang sahabat, perindu syurga yang pernah ‘jatuh’ dan merasakan masa-masa terberat dalam hidup sebelum beliau –insyaa Allaah- mendapati hidupnya dalam kesuksesan. Tetapi, sebaik-baik kesuksesan adalah sukses dunia dan akhirat, tidak hanya sukses dunia.

Kami berada dalam ranah yang sama; ranah Bidikmisi ITB, berasal dari daerah terpencil, jauh dari keramaian, pun dari hiruk pikuk udara perkotaan. Tingkat pertama perkuliahan di ITB merupakan masa-masa paling labil yang dialami mahasiswa. Di sisi lain, Indonesia sekarang sedang dihangatkan dengan bisnis MLM, Multi Level Marketing, sebuah prospek bisnis yang menjanjikan. Siapa yang tidak tertarik dengan bisnis ini, bisa dapat uang dengan cara mudah. Tarik orang untuk mendaftar, kemudian orang yang kita rekrut akan merekrut lebih banyak orang lagi, dan seterusnya, dan seterusnya. Sehingga dengan itu uang kita di rekening akan berkembang biak dengan sendirinya. Enak, kan? Nah dalam perspektif Islam sendiri –walaupun ini khilafiyah- masalahnya tidak se-simple itu. Yakinkah kita kalau uang yang kita dapatkan halal atau haram? Tentu ini menjadi sebuah keragu-raguan. Padahal masyarakat Indonesia merupakan penganut madzhab Imam Asy-Syafi’i yang secara jelas bahwa Beliau adalah orang yang sangat berhati-hati pada hal-hal yang bermakna Syubhat (ragu-ragu). Terus gimana donk? Tentunya kita harus lebih jeli lagi, harus mengetahui dasar hukum dalam Islam sebelum kita memutuskan suatu hal. Wallahu a’lam bishshawwab.

Sahabat saya ini belum mengetahui hal tersebut sehingga beliau mengambil resiko untuk ikut MLM yang ditawarkan kakak tingkatnya. Mulai dari uang pendaftaran yang terbilang tidak murah, ditambah lagi seorang sahabat ini ikut segala macam seminar-seminar yang diadakan perusahaan MLM tersebut. Dalam seminar-seminarnya dihadirkan banyak orang-orang yang katanya sudah sukses dalam bidang MLM ini. Nah ini membuat beliau semakin tertarik dan kian semangat untuk ikut. Mulai dari sini beliau mengajak teman-teman beliau untuk bergabung. Hasilnya? Seorang sahabat menghabiskan uang sekitar 6 juta rupiah –angka ini tidak sedikit bagi mahasiswa bidikmisi- yang uang tersebut diambil dari berbagai macam sumber, alias hutang. Kebetulan beliau ini orangnya giat dalam berwirausaha, apalagi jika ada danus (dana usaha) dari berbagai macam Unit Kegiatan Mahasiswa di ITB. Sehingga beliau menggunakan uang tersebut untuk investasinya di MLM. Kuliahnya terbengkalai akibat ikut seminar-seminar yang ada, hutang berlimpah, ibadah terlalaikan, sedangkan beliau tidak mendapatkan hasil apa-apa. Beliau juga sering makan –atau tidak sama sekali- hanya dengan nasi dan kecap karena uangnya habis untuk bisnisnya. Beliau bingung harus dengan cara apa melunasi hutang-hutangnya.

Di akhir perkuliahan semester I beliau mulai merenungi perbuatan yang beliau lakukan. Seorang sahabat kecewa dan kesal dengan dirinya sendiri. Ia sadar bahwa perbuatannya salah, ia takut jika orangtuanya mengetahui hal ini pasti menimbulkan kekecewaan yang teramat sangat. Akhirnya ia bertaubat atas kesalahannya; malamnya ia isi dengan sujud dalam-dalam, air mata pertanda taqwa bercucuran dari pelipisnya, beragam do’a tercurah dari bibirnya. Ia menginsyafi diri. Libur semester di kampung halaman beliau gunakan untuk menjumpai ustadz-ustadz dan guru-guru SMA-nya untuk meminta solusi atas permasalahan yang beliau hadapi. Mereka memberi petuah-petuah kepada sahabat saya dengan lemah lembut dan kasih sayang. Ada satu pernyataan yang paling saya ingat dari gurunya.


“Kalau kamu mau sukses, maka kamu harus bisa menghadapi masalah yang sebagian besar orang tidak bisa menghadapinya. Kamu harus kuat. Allah selalu memberi jalan untuk orang shaleh seperti kamu.”
 



Kata-kata itu membuat kita yang mendengarnya akan merinding dan terharu. Kita jadi merasa masalah-masalah yang selama ini kita hadapi belum ada apa-apanya dibandingkan masalah yang dihadapi seorang sahabat ini. Cerita beliau ini memotivasi kita untuk bergerak lebih banyak dari bicara kita, untuk lebih berhati-hati dalam segala tindakan yang kita ambil, dan untuk mencintai dan mensyukuri apa yang kita miliki.
Inna ma’al ushri yushro, Akhi. Sungguh di tiap masalah yang kita hadapi, Allaah senantiasa menyajikan beragam solusi atas permasalahan kita. Masalah ini pertanda kecintaan Allaah padamu, pertanda level imanmu yang akan meningkat. Bersabarlah.”

Hanya itu yang bisa saya katakan kepada seorang sahabat yang semangatnya membuat kita iri, yang cintanya kepada akhirat melebihi cintanya kepada dunia. Maka pembicaraan hari itu ditutup dengan awan yang teduh menyelimuti ukhuwah kita, angin yang berhembus mesra di tiap desahan nafas, pun dengan dedaunan yang mengharu biru hati kita.

Maka jadilah kita sekokoh-kokoh iman; yang menasehati kala bersalah, yang bertindak atas keteguhan hati, yang niat tulus tak tergoyahkan nafsu semu. Jadilah kita sebaik-baik insan; yang mencintai dengan setulus hati, yang menyayangi dengan sepenuh jiwa, yang hadirnya selalu dinanti-nanti. Jadilah kita sekuat-kuat ukhuwah; yang dengan cinta kita saling bermesra di jalan-Nya, yang dengan harmoni kasih di jalan ini kita saling berpeluk hangat dalam dakwah. Maka jadilah kita jiwa-jiwa perindu syurga; yang insyafnya pertanda taqwa, yang bicaranya menyemangati, yang lebih sering mendengar daripada berbicara, yang lebih banyak bertindak nyata daripada berorasi di dunia maya. Maka ketahuilah Akhi, bahwa aku mencintaimu karena Allaah.


Musibah adalah sapaan halus, yang dengannya engkau mendekat dan mengingat Tuhanmu, bukan ujian jika sudah tahu jawabannya, ujian menguji agar pribadi teruji, jika bukan dengan gesekan-gesekan memilukan, lalu dengan apakah lagi pisau matahatimu akan ditajamkan, dan akan peka untuk melihat, dengan keindahan semesta alam.
-Khadimul Qur’aan-
 
BismiLlaah, semoga bermanfaat; jangan lupa komen untuk perbaikan ke depannya :)

Thursday 9 May 2013

Jiwa-jiwa Perindu Syurga


  
Sukses itu ketika Allaah tidak meninggalkanmu untuk bergerak sendirian, dan gagal adalah ketika Allah meninggalkanmu untuk mengurus dirimu sendiri.”
-‘Ibn Al Qayyim- 


Mendengar kata sukses, seringnya kita terkaburkan akan definisi sukses itu sendiri. Kebanyakan orang menganggap bahwa sukses itu ketika punya rumah mewah, harta berlimpah, atau istri yang berlimpah pula (?). Tidak salah sih sebenarnya, tapi apa sukses yang kita bayangkan hanya sesempit itu? Mungkin kita pernah membayangkan bagaimana rasanya tinggal di syurga, menikah dengan bidadari yang bermata jeli, atau merasai pertemuan dengan Ilahi Rabbi.  Menurut saya, itu adalah sukses yang sebenarnya, trusted, dan tidak ada tipu-tipu. Sedikit catatan ini akan menceritakan pengalaman seorang sahabat, perindu syurga yang pernah ‘jatuh’ dan merasakan masa-masa terberat dalam hidup sebelum beliau –insyaa Allaah- mendapati hidupnya dalam kesuksesan. Tetapi, sebaik-baik kesuksesan adalah sukses dunia dan akhirat, tidak hanya sukses dunia.

Kami berada dalam ranah yang sama; ranah Bidikmisi ITB, berasal dari daerah terpencil, jauh dari keramaian, pun dari hiruk pikuk udara perkotaan. Tingkat pertama perkuliahan di ITB merupakan masa-masa paling labil yang dialami mahasiswa. Di sisi lain, Indonesia sekarang sedang dihangatkan dengan bisnis MLM, Multi Level Marketing, sebuah prospek bisnis yang menjanjikan. Siapa yang tidak tertarik dengan bisnis ini, bisa dapat uang dengan cara mudah. Tarik orang untuk mendaftar, kemudian orang yang kita rekrut akan merekrut lebih banyak orang lagi, dan seterusnya, dan seterusnya. Sehingga dengan itu uang kita di rekening akan berkembang biak dengan sendirinya. Enak, kan? Nah dalam perspektif Islam sendiri –walaupun ini khilafiyah- masalahnya tidak se-simple itu. Yakinkah kita kalau uang yang kita dapatkan halal atau haram? Tentu ini menjadi sebuah keragu-raguan. Padahal masyarakat Indonesia merupakan penganut madzhab Imam Asy-Syafi’i yang secara jelas bahwa Beliau adalah orang yang sangat berhati-hati pada hal-hal yang bermakna Syubhat (ragu-ragu). Terus gimana donk? Tentunya kita harus lebih jeli lagi, harus mengetahui dasar hukum dalam Islam sebelum kita memutuskan suatu hal. Wallahu a’lam bishshawwab.

Sahabat saya ini belum mengetahui hal tersebut sehingga beliau mengambil resiko untuk ikut MLM yang ditawarkan kakak tingkatnya. Mulai dari uang pendaftaran yang terbilang tidak murah, ditambah lagi seorang sahabat ini ikut segala macam seminar-seminar yang diadakan perusahaan MLM tersebut. Dalam seminar-seminarnya dihadirkan banyak orang-orang yang katanya sudah sukses dalam bidang MLM ini. Nah ini membuat beliau semakin tertarik dan kian semangat untuk ikut. Mulai dari sini beliau mengajak teman-teman beliau untuk bergabung. Hasilnya? Seorang sahabat menghabiskan uang sekitar 6 juta rupiah –angka ini tidak sedikit bagi mahasiswa bidikmisi- yang uang tersebut diambil dari berbagai macam sumber, alias hutang. Kebetulan beliau ini orangnya giat dalam berwirausaha, apalagi jika ada danus (dana usaha) dari berbagai macam Unit Kegiatan Mahasiswa di ITB. Sehingga beliau menggunakan uang tersebut untuk investasinya di MLM. Kuliahnya terbengkalai akibat ikut seminar-seminar yang ada, hutang berlimpah, ibadah terlalaikan, sedangkan beliau tidak mendapatkan hasil apa-apa. Beliau juga sering makan –atau tidak sama sekali- hanya dengan nasi dan kecap karena uangnya habis untuk bisnisnya. Beliau bingung harus dengan cara apa melunasi hutang-hutangnya.

Di akhir perkuliahan semester I beliau mulai merenungi perbuatan yang beliau lakukan. Seorang sahabat kecewa dan kesal dengan dirinya sendiri. Ia sadar bahwa perbuatannya salah, ia takut jika orangtuanya mengetahui hal ini pasti menimbulkan kekecewaan yang teramat sangat. Akhirnya ia bertaubat atas kesalahannya; malamnya ia isi dengan sujud dalam-dalam, air mata pertanda taqwa bercucuran dari pelipisnya, beragam do’a tercurah dari bibirnya. Ia menginsyafi diri. Libur semester di kampung halaman beliau gunakan untuk menjumpai ustadz-ustadz dan guru-guru SMA-nya untuk meminta solusi atas permasalahan yang beliau hadapi. Mereka memberi petuah-petuah kepada sahabat saya dengan lemah lembut dan kasih sayang. Ada satu pernyataan yang paling saya ingat dari gurunya.


“Kalau kamu mau sukses, maka kamu harus bisa menghadapi masalah yang sebagian besar orang tidak bisa menghadapinya. Kamu harus kuat. Allah selalu memberi jalan untuk orang shaleh seperti kamu.”
 



Kata-kata itu membuat kita yang mendengarnya akan merinding dan terharu. Kita jadi merasa masalah-masalah yang selama ini kita hadapi belum ada apa-apanya dibandingkan masalah yang dihadapi seorang sahabat ini. Cerita beliau ini memotivasi kita untuk bergerak lebih banyak dari bicara kita, untuk lebih berhati-hati dalam segala tindakan yang kita ambil, dan untuk mencintai dan mensyukuri apa yang kita miliki.
Inna ma’al ushri yushro, Akhi. Sungguh di tiap masalah yang kita hadapi, Allaah senantiasa menyajikan beragam solusi atas permasalahan kita. Masalah ini pertanda kecintaan Allaah padamu, pertanda level imanmu yang akan meningkat. Bersabarlah.”

Hanya itu yang bisa saya katakan kepada seorang sahabat yang semangatnya membuat kita iri, yang cintanya kepada akhirat melebihi cintanya kepada dunia. Maka pembicaraan hari itu ditutup dengan awan yang teduh menyelimuti ukhuwah kita, angin yang berhembus mesra di tiap desahan nafas, pun dengan dedaunan yang mengharu biru hati kita.

Maka jadilah kita sekokoh-kokoh iman; yang menasehati kala bersalah, yang bertindak atas keteguhan hati, yang niat tulus tak tergoyahkan nafsu semu. Jadilah kita sebaik-baik insan; yang mencintai dengan setulus hati, yang menyayangi dengan sepenuh jiwa, yang hadirnya selalu dinanti-nanti. Jadilah kita sekuat-kuat ukhuwah; yang dengan cinta kita saling bermesra di jalan-Nya, yang dengan harmoni kasih di jalan ini kita saling berpeluk hangat dalam dakwah. Maka jadilah kita jiwa-jiwa perindu syurga; yang insyafnya pertanda taqwa, yang bicaranya menyemangati, yang lebih sering mendengar daripada berbicara, yang lebih banyak bertindak nyata daripada berorasi di dunia maya. Maka ketahuilah Akhi, bahwa aku mencintaimu karena Allaah.


Musibah adalah sapaan halus, yang dengannya engkau mendekat dan mengingat Tuhanmu, bukan ujian jika sudah tahu jawabannya, ujian menguji agar pribadi teruji, jika bukan dengan gesekan-gesekan memilukan, lalu dengan apakah lagi pisau matahatimu akan ditajamkan, dan akan peka untuk melihat, dengan keindahan semesta alam.
-Khadimul Qur’aan-