Abdul Wahid
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Q.S. At-Taubah: 41
Q.S. At-Taubah: 41
Bermula di tempat
itu, Mesjid Salman ITB; sebuah masjid yang elok didengar di penjuru alam;
masjid yang aku tak habis pikir akannya sejak awal berkenalan di kota ini, kota
yang juga amat masyhur terngiang di pelosok Negeri; kota Bandung. Adapun masjid
ini, merupakan mesjid yang amat memesona bagiku; dan mungkin bagi banyak orang
lainnya; termasuk bagi sahabat-sahabat kami yang ada di Majelis Ta’lim Salman
ITB. Sebab, bermula dari masjid inilah sejarah baru hidup kami terbentuk.
Kala SMA dulu, aku
sempat mengaktifkan diri di sebuah kelompok yang terdengar asing kalau kita baru
pertama kali mendengarnya, sebut saja namanya Rohis. Ya, Rohis; yang merupakan
singkatan dari Kerohanian Islam. Asin, pahit, asam, manis, begitu yang aku
rasakan sejak mengikuti Rohis. Ketika keadaan harus dibenturkan dengan realita
yang ada di masyarakat pada umumnya, dan di keluarga pada khususnya. Memang,
keluarga kami bukanlah keluarga yang terlahir dari keturunan para Nabi dan
Rasul, tidak juga para syuhada, apalagi para ulama. Keluarga kami terlahir
sederhana, dari pengetahuan agama yang sederhana pula. Dan ketika itulah aku
ditabrakkan pada sebuah kenyataan yang amat sulit. Namun, aku percaya pada
janjiNya, bahwa, “..bersama kesulitan itu ada kemudahan..” Ah, rasanya
kesulitan-kesulitan itupun sedikit demi sedikit sirna, dan Puji Syukur hanya
pada Allaah yang sampai saat ini masih mengizinkanku untuk merasai indahnya
Islam yang tak tergambar oleh kata-kata, dan ketahuilah; bahwa aku bangga
terlahir sebagai muslim.
Bertamat SMA, aku
melanjutkan ke itb, dan hendak melanjutkan kelompok halaqoh yang dulu
sempat ditanam, dan lagi, Puji Syukur pada Allaah yang Maha Mempermudah segala
urusan. Dan akhirnya aku menemukan kelompok halaqoh baru, dengan
saudara-saudara baru, yang sebenarnya telah lama dipersatukan lewat do’a, dan
juga ukhuwah Islamiyah. Dari sinilah mulanya aku mengenal Majelis Ta’lim Salman
ITB; sebuah kelompok kajian yang disebut RasuluLlaah sebagai taman-taman syurga;
yang menjadi tonggak sejarah baru bagi kami; para penggenggam hujan, para
pejuang Al-Qur’an, para Anggota Muda Majelis Ta’lim Salman ITB. Dan apakah aku
boleh memanggilmu pelangi?
Ya, tak salah jika
ku sebut kau pelangi. Kau ibarat pelangi; yang warninya amat dinantikan; yang
begitu dirindukan ummat setelah hujan turun. Dan Majelis ini pun demikian, amat
dinantikan kala gaungnya tak terdengung lagi. Sebab, antusiasme dan semangat kami
–para anggota muda- begitu menggema, hingga mungkin menggetarkan samudera-samudera
yang luas terbentang; meruntuhkan gunung-gunung yang tinggi menjulang, dan
memang itulah yang aku senangi dari jiwa muda, sampai awan-awan pun mungkin cemburu
pada semangat kami yang begitu menggelora.
Mungkin tak salah
jika ku sebut kau pelangi. Dan kau memang pelangi; yang warnanya amat
memabukkan bagi setiap insan yang mencicipi. Dan begitupun engkau, hai Majelis
ilmu! Kau membuat kami menagih untuk mencicipimu kembali. Disaat banyak orang yang
mabuk dan ketagihan akan khamr dan obat-obat terlarang; di Majelis ini manusia
mabuk dan akan terus haus akan ilmu-ilmu yang amat bermanfaat; akan
saudara-saudara se-iman yang telah disatukan rindu-rindu yang membasahi kalbu.
Tak salah jika ku
sebut kau pelangi. Kenapa engkau seperti pelangi? Atau pelangikah yang
sepertimu? Sebab pelangimu itu amat menyejukkan hati kami kala merasai
pertemuan denganmu. Ketika gulana kami menggunung, mungkin engkau salah satu
tempat kami bercerita, yang sedikit-banyaknya mampu meredakan gulana kami. Mengapa
engkau begitu menyejukkan? Mungkin dikarenakan Al-Qur’an yang senantiasa engkau
ramaikan bersama awan; yang engkau baca, engkau pelajari, engkau amalkan,
engkau ajarkan, engkau hafalkan, dan engkau senandungkan dengan amat syahdunya.
Sebab yang ku tahu, engkau selalu
merujuk pada sabda Nabi yang syahdu terdengar di telinga kita.
merujuk pada sabda Nabi yang syahdu terdengar di telinga kita.
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Ah, bahagia sekali
rasanya pernah membersamai kalian dalam dakwah ini. Dalam dakwah yang sejatinya tidaklah mudah; dakwah yang penuh godaan dan cobaan, dakwah yang bukan permainan belaka,
dakwah yang bukan hanya menuntut harta, tapi juga jiwa dan raga. IkhwatifiLlaah, berangkatlah dengan keadaan lapang maupun sempit, dalam kondisi
apapun, dalam situasi apapun. Apakah syurgaNya tak begitu menggiurkan bagimu?