Abdul Wahid
“Karena menanam kebaikan ialah memelihara hati; kau siram ia dengan sholatmu, kau jadikan hafalanmu sebagai pupuknya, kau jadikan iman sebagai cahayanya. Lalu kau menyungging senyum sebab yang kau tau buahnya ialah akhlaq yang manis, renyah, dan lezat; rahmat bagi sekalian alam.”
Entah kenapa, setiap kali membahas sesuatu, apapun itu, saya selalu
menyelaraskannya, dan juga menyangkut-pautkannya dengan hati. Ya, sebab yang saya tau, hati itu ialah yang
inti; yang paling dalam, yang paling benar, yang paling jujur, yang paling suka
menebar kebaikan. Ialah hati; yang penuh damai, penuh kelembutan, penuh
ketulusan. Sebab hati, hanya bisa disentuh oleh hati juga. Dan hati ialah inti
dari akhlaq yang mulia; inti dari pribadi muslim yang sejati.
Sepuluh -10- Ciri Pribadi Muslim yang Ideal
-Muwashoffat Tarbiyah-
Salimul Aqidah (Good Faith) – Aqidah yang
Bersih
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan
sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang
muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang
kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam’ (QS
6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting,
maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan
pembinaan aqidah, iman atau tauhid.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan
salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan:
’shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka
dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk
kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau
pengurangan.
Matinul Khuluq (Strong Character) – Akhlaq yang
Kokoh
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak
yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setkal muslim,
baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan
akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi
di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia,
maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di
dalam Al- Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar-
benar memiliki akhlak yang agung’ (QS 68:4).
Qowiyyul Jismi (Phisical Power) – Kekuatan Jasmani
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan
salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang
muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam
secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji
merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat
atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun
demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu
kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena
kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah’ (HR.
Muslim).
Mutsaqqoful Fikri (Thinking Brilliantly) –
Wawasan luas (Intelektualitas)
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri)
merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu
sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat
yang merangsang manusia antuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya
itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam
Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus
dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki
wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya
suatu perbuatan tanpa mendapatka pertimbangan pemikiran secara matang terlebih
dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan
intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Katakanlah:samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui,
sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS
39:9).
Mujuhadatun Linafsihi (Continence) – Berjuang Melawan
Hawa Nafsu
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun
linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang
muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang
buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk
amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala
seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang
ada pada setkal diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam,
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beragmana seseorang dari kamu
sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam)
(HR. Hakim).
Haritsun'ala Waqtihi (Good Time Management) –
Pandai Menjaga Waktu
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi)
merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri
mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak
bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad
dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada
manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu
yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi.
Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan:
‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan
waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah
kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj
waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang
efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw
adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni
waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang
sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
Munazhzhamun fi Syu'unihi (Well Organized) –
Teratur dalam Suatu Urusan
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi
syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an
maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan
masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan
baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan
bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata
lain, suatu udusán dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang
dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya.
Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih
ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam
menunaikan tugas-tugasnya.
Qodirun'alal Kasbi (Independent) – Mandiri
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang
juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus
ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.
Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan
manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak
sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak
memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah
mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar
dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan
masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di
dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut
memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab
baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan
harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.
Naafi'un Lighoirihi (Giving Contribution) –
Bermanfaat bagi orang lain
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi)
merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu
saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya
merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang
muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tirák mengganjilkan. Ini
berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan
berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga
jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam
masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya:
sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy
dari Jabir).